Senin, 25 Juni 2012


MENGGAPAI PUNCAK UNGARAN

Suatu hari, ketika hati ku sedang goncang dan membutuhkan semangat untuk terus maju dalam menjalani roda kehidupan, aku bertemu dengan beberapa sosok kakak di sebuah kampus tempat ku menuntut ilmu. Mereka biasa ku panggil dengan sebutan mas aziz dan mas hari. Mereka berdua membawa ku di sebuah perubahan hidup yang sangat drastis dan berbeda 180 derajat dari kehidupan ku sebelumnya.
Tatkala hati ini sedang risau, gundah, dan tujuan hidup pun tak jelas, aku diajak mereka untuk melakukan sebuah pendakian kecil – kecilan. Mereka mengatakan “apabila kamu ingin mengerti diri mu sepenuhnya, tujuan hidup mu sepenuhnya, dan merenungkan segala yang terjadi, ikutlah kami ke gunung ungaran.” Awalnya aku hanya berfikir “apa iya sebuah gunung bisa membuat kita tersadar akan segala hal yang terjadi.” Namun, aku ingat dulu saat SMA aku punya keinginan untuk menjadi seorang pendaki. Bisa menjelajahi alam indonesia, dan bisa menikmati keindahan alam ciptaan-Nya. Sampai-sampai dulu aku ikut napak tilas pra diksar di SMA N SATU KARAGKOBAR dengan pendakian gunung lumbung. Sebenarnya itu bukan gunung, lebih tepatnya adalah bukit. Karena bukit ini ketinggiannya tidak lebih dari 1300 mdpl. Ketinggian tersebut masih belum bisa digolongkan menjadi gunun. Tapi dulu aku gagal, tidak bisa ikut menjadi anggota Pecinta Alam di SMANSAKA. Karena faktor orang tua. Aku tidak di ijinkan mengikuti ekstrakurikuler tersebut dengan alasan PA itu orang – orangnya nakal dan pergaulannya terlalu bebas. Ya sudah, akhirnya aku menyerah dan tidak bisa ikut PA di SMANSAKA pada saat itu. Mengingat hal tersebut, akhirnya aku memutuskan untuk menerima ajakan mas aziz dan mas hari melakukan pendakian ke gunung ungaran.
Tepatnya tanggal 15 April 2011, kita berangkat dari SMK N 5 Semarang. Pendakian kali ini adalah agenda bersama anak pramuka penegak dari SMK N 5 Semarang dan temen – temen mahasiswa IKIP PGRI Semarang sendiri. IKIP PGRI Semarang itu adalah kampus ku. Pukul 17.30 WIB kita baru on the way ke Ungaran menuju basecamp Mawar. Basecamp pendakian di  gunung ungaran. Sampai di sana sekitar pukul 21.00 WIB. Udara disana sangat dingin. Lebih dingin dari udara pegunungan dirumah. Hingga seluruh badan menggigil dan tidak bisa berhenti bergetar. Tapi hal itu tidak menyurutkan keinginan ku untuk menuju puncak ungaran yang mungkin bisa mendamaian hati yang tak tentram ini.
Pendakian kita mulai sekitar pukul 22.30 WIB. Langkah pertama ku masih sangat ringan hingga sampai pada pos 1. Aku kaget, disepanjang jalan menuju pos 1 banyak sekali penebangan pohon di hutan. Padahan hutan di ungaran adalah salah satu hutan hujan tropis yang masih ada di daerah Jawa Tengah selain di gunung slamet. Curah hujan di gunung ungaran sangat besar. Makannya disana struktur tanahnya lumayan lembek. Menuju pos 2, kita melewati aliran sungai kecil yang memisahkan jalan setapak satu dan jalan setapak yang lain. Semakin jauh kaki ini melangkah, semakin tinggi jarak yang kita tempuh, dan semakin dingin udara yang menyapa tubuh. Sedikit cerita sampai di pos 2 kita di suguhi pemandangan yang tak terduga, disana terdapat satu kolam yang mungkin kedalamannya 3 meter. Yang disebelahnya terdapat 2 rumah kosong dan diatas sebelah jalan kolam tersebut ada 3 rumah yang mungkin masih sering di huni orang. Sedikit agak mencekam suasana disana. Denger – denger di tempat tersebut jarang sekali pendaki yang mau ngecamp ditempat tersebut. Katanya disitulah gerbang jin yang ada di gunung ungaran. Setelah melewati pos 2, kita disuguhi dengan pemandangan dari kebun kopi dan perkebunan teh. Jauh, luas, lebar, panjang, mantap dah tempatnya. Walaupun kondisi malam, namun disitu aku mulai menemukan kedamaian, melihat indahnya alam pada malam hari. Indah, elegant, cantik,dan hm banyak rasa namun tidak bisa diucapkan dengan kata-kata pokoknya. Pukul 02.00 WIB. Menginjak perkebunan teh yang sangat luas. Disinilah pertarungan jiwa terjadi, tapi aku hanya bisa diam. Dimana mas aziz mengatakan berhenti dan mendirikan tenda di situ. Dengan melihat tiga orang yang terlihat capek, lemes dan tidak berdaya lagi. Aku hanya diam dan mendengarkan celotehan antara mas aziz dan mas hari. “yan, katanya kamu ingin naik sampai puncak. Semangat ya? Semangat untuk menemukan jati diri mu yang melemah. Mas tunggu dibawah saja dengan ukhti anis dan tri. Mas yakin, kamu pasti bisa” kata mas aziz saat menasehati ku kala itu. Setelah banyak sekali kata – kata yang keluar, diskusi yang sangat panjang akhirnya berakhir. Dengan keputusan tiga orang yaitu ukhti anis, mas aziz, dan mba’ tri tinggal dan mendirikan tenda di kebun teh yang orang biasa menyebutnya dengan nama Perumasan. Kemudian yang lain melanjutkan perjalanannya.
Menit demi menit berjalan hingga waktu menunjukan pukul 03.00 WIB. “Ah, masih jauh sekali puncaknya. Aku dah nggak kuat lagi. Capek,ngantuk.” kata dian. Salah seorang perempuan dari jurusan matematika semester dua. “tenang saja ian, sebentar lagi kita sampai puncak kok. Tuh puncaknya di belakang tebing itu. Sekitar 30 menit lagi kita sampai diatas. Semangat ya, kamu pasti kuat kok. ” sahut hoho, teman sekelasnya.
Memang pertama kali muncak rasanya luar biasa, capek, ngantuk di pinggir jalan, haus, laper dan lemes. Serasa kita tak akan bisa bertahan jikalau keadaannya seperti itu terus. Namun, semua rasa itu terbayar lunas dengan melihat keindahan alam, kemegahan langit malam, bintang – bintang dengn pancaran cahaya yang didapatkan dari matahari, suara angin yang berhembus dan suara – suara makhluk lain yang masih terjaga di malam hari. Hal ini tidak akan bisa kita temukan dimana – mana kecuali di alam bebas.
“istirahat!!!!!!”. Teriak ku kencang, hingga terdengar sampai barisan yang paling depan. Semuanya berhenti untuk istirahat. Ada yang tiduran, ada yang minum, ada yang makan, dan aku sendiri sedikit memejamkan mata. Mata ini terasa berat sekali hingga tak kuasa ku menahannya. Ditemani bintang yang banyak sekali aku tertidur sekitar 10 menit. Ketika terbangun, rasanya aku berada di sebuah lingkaran besar bersama teman – teman yang ditengahnya terdapat lubang kecil seperti jurang dan diatasnya seperti lautan bintang yang bertaburan hingga semua sisi terjamahnya. “its amazing”. Kata – kata yang keluar dari hati kecil ku. Luar biasa, ini lah ciptaan Tuhan, tiada bandingannya. Indah dan menakjubkan. Subhanallah walhamdulillah walailahailalloh wallohu akbar.
Cukup beristirahat, kita melanjutkan perjalan ke puncak. Selang beberapa menit terlihat tebing terakhir sebelum puncak. Tebingnya lumayan tinggi dan agak sedikit licin. Karena hari sebelumnya gunung ini diguyur hujan lebat hingga menimbulkan badai diatas puncaknya. Batu – batu yang terjajar rapi di sepanjang jalan menuju puncak juga lumayan besar dan tinggi. Hingga sedikit menyulitkan pendaki naik keatas. Walaupun sebenarnya ini adalah gunung yang treknya tidak terlalu sulit untuk pendaki yang sudah biasa naik gunung. Gunung ungaran sendiri yaitu gungung dengan ketinggian 2050 mdpl ini lebih dinperuntukan bagi pendaki muda atau pemula. “hampir sampai kawan –kawan!!!”. Suara novi memecahkan keheningan malam itu. Semangat temen – temen semakin memuncak dan tak kuasa ingin cepat mengakhiri perjalanan yang melelahkan. “10 menit lagi!”. Sahut hoho. Dan akhirnya “hiah, kita sampai puncak kawan... inilah puncaknya. Kita telah berhasil. Kita telah mengalahkan egoisme kita sendiri. Alhamdulillah” kata yayan. Seorang siswa dari SMK N 5 Semarang yang sedang menjabat menjadi Ketua Ambalan di seklolahnya.
Sebenarnya, aku belum paham arti menaklukan egoisme diri. Namun, dipikiran ku terucap bahwa aku kuat sampai puncak. Berarti aku bisa membuktikan bahwa aku bisa. Aku tidak lemah. Aku kuat. Dan inilah aku.
Tepat pukul 04.00 kita sampai puncak dipayudha. Itu nama puncak yang ada di gunung ungaran. Entah dari mana sebutan itu, siapa yang membuat nama puncak dan tugu di situ dari temen – temen tidak ada yang tahu. setelah sedikit istirahat, aku dan tema – teman langung membuka tenda dum. Cewek dapet tenda dum satu dan cowok dapet tenda dum satu juga. Walaupun cowok tidak muat masuk ke tenda semua tapi cewek masuk ketenda semua. Karena kapesitas cewek yang sedikit hanya tiga orang saja. Cowok – cowok yang tidak kebagian tenda mereka tidur hanya beralaskan matras dan sarung yang mereka bawa. Memang dingin menusuk hingga ke tulang mereka. Namun, mereka tak peduli. Yang penting istirahat dan tidur. Seperti itu kata mereka.
Selang beberapa jam langit berubah warna. Yang awalnya hitam sekarang menjadi putih abu – abu. Sayang sekali, matahari enggan menyapa kita pagi ini. Dia tetap berada dalam peraduannya. Dan entah mengapa dia tak mampu memperlihatkan wajah cantiknya itu. Hufh, sudahlah matahari memang sedang tidak bersahabat waktu itu. Langitnya mendung dan anginnya besar. Itu yang kita rasakan. Hingga rasanya aku malas untuk beranjak keluar. Lebih hangat di dalam tenda dengan berselimut SB (Sleeping Bag).
Hingga terdengar suara yang sedikit cedal dan keras “ayo, bangun – bangun. Sudah pagi ni, katanya mau foto – foto. Noh, matahari sudah nongol separo. Kalian bangun aku tidurnya. Hehehhehehe ”. yah suara dari mas hari yang kenceng banget. Maklum, anak BK. Kita semua terbangun dan langsung kucek – kucek mata sambil meringis memperlihatkan giginya masing – masing.
Ketika bangun,  aku merasakan laper yang sangat dahsyat. Hingga tak kuat rasa ini ku tahan terus - menerus. Untunng mas hari bawa kompor lapangan, dan novi membawa kompor paraffin. Aku dan mba’ oci langsung meyerbu kompor. Membuat sarapan berdua dengan menu andalan anak kos tak lain dan tak bukan mie instan. Ahahahahay.... setelah kenyang, aku pergi keatas untuk melihat kondisi diatas awan. Daerah tertinggi di ungaran dan sekitarnya. Rasa dingin tetap menyeruap hingga seluruh badan ini menggigil tanpa henti. Semakin bergeser  arah jarum jam bergeser pula arah angin dan semakin hangat kondisi di puncak ini. “Emmmmm.. mantap” kata hati kecil ku.
Aku melihat kabut yang tebal berada di bukit sekitar puncak. Pohon – pohon yang bergoyang karena ditempa angin yang begitu kencang. Dan beberapa burung elang berkeliaran mencari mangsa. Indah dan menakjubkan, tak akan pernah ku lihat kondisi, suasana yang bagus seperti ini dibawah sana. “limited edition” ucap ku langsung.
Aku duduk di pinggir tebing dengan kaki menghadap kebawah. Mata ku menari – nari melihat pemandangan yang tak kunjung berubah. Hingga pikiran ku mulai memfikirkan semua hal yang terjadi selama ini. Memikirkan kembali tujuan hidup ku selama ini yang ingin aku jalani. Perkataan – perkataan sahabat, teman dan keluarga dan beberapa orang yang membekas dalam hati seakan – akan berebut ingin keluar dan meledak di atas langit. Tak terasa air mata pun mulai bercucuran hingga menetes sampai di rerumputan hijau. Aku teringat perjuangan mamah dan bapak untuk menyekolahkan ku hingga sampai bangku kuliah. Satu pesan dari mamah seakan – akan tertulis dilangit yng berwarna abu – abu putih, “Jangan mudah percaya terhadap orang lain. Walaupun dia sangat baik pada kamu. Belum tentu dia peduli sepenuhnya pada dirimu. Kadang kebaikan mereka hanya untuk mengambil simpati saja”. Iya memang, sebenarnya sedikit aku termakan perkataan orang yang baru aku kenal. Hingga aku masuk ke sebuah organisasi agama yang sebenarnya sedang dicekal oleh pemerintah. Sebut saja organisasi itu dengan xxx. Ketika aku masuk kedalam organisasi xxx ini, aku belum merasakan dampak baik dan buruknya. Namun sedikit aku merasakan rancu dan sidikit ada ketidak beresan pada organisasi ini. Apa daya, waktu itu aku tidak bisa berbuat apa – apa. Sudah kadung masuk dan dalam hati ku berkata “coba jalani saja dulu. Kalau nggak kuat bisa keluar saja. Kalau memang ini agak kurang beres lebih baik cepat pergi.” Waktu itu aku hanya berdoa kepada Tuhan untuk dapat memberikan petunjuk secepatnya kepada ku. Semakin hari semakin ku rasakan aneh saja. Teman – teman ku semakin menjauhiku. Disisi lain pikiran ku dikuasai oleh orang yang memegang ku disana. Disuruh sering tidak berangkat kuliah, mencari dana sumbangan kemana – mana, dan ada banyak hal lain yang membuat ku semakin berfikir aneh. Hampir satu tahun kurang satu hari, rupanya Tuhan baru menjawab segala kegundahan ku selama ini. Aku memutuskan untuk keluar dan tidak bertemu dengan mereka, dan aku ingin kehidupan baru. Aku menyadari banyak hal disini, masuk ke sebuah organisasi xxx memang berat. Banyak hal yang aku temui disana, banyak hal yang aku rasakan dan banyak hal yang aku dapatkan disana. Pengalaman, pengetahuan, ilmu dan pendidikan aku dapatkan disana. Tapi banyak hal juga yang membuat ku sedikit merugi.
Itu pikiran yang terlintas pertama kali di benak dan otak ku saat itu. Selang beberapa menit berlalu, terlintas kata – kata dari mas aziz mengenai tujuan hidup “hidup mu yang menentukan kesuksesan mu. Ketika kau mengenal dirimu sendiri kau pasti akan menemukan tujuan hidupmu. Jangan menyerah tuk menjalani hidup mu. Dan tetap semangat.” Ku urai setiap kata yang keluar dari mulut sang pria berbadan lonjong dan berkaca mata dimanapu dia berada. Iya benar sekali, kesuksesan ku yang menentukan adalah diriku sendiri. Semua itu timbul dari hati kemudian berlanjut ke otak dan indra penggerak yang melaksanakan. Bukan siapa – siapa yang menentukan kesuksesan kita. Aku adalah aku. Aku yang menjalani setiap paragraf kehidupan yang telah di skeneriokan oleh Tuhan ku. Aku harus berubah, aku tidak boleh statis seperti ini. Aku tidak boleh seperti ayunan sederhana yang ketika tidak ada gangguan atau usikan aku diam dan tidak bergerak dan ketika ada uskan atau ganguan aku baru bergerak. Khalayak hukum satu newton yang menyatakan suatu benda akan tetap mempertahankan keadaanya apabila tidak ada usikan dari luar. Benar – benar seperti boneka. Boneka mainan anak kecil yang akan berpindah tempat atau keadaan setelah si pemiliknya memainkan boneka terebut. “Tidak!!!!!!!!!!!!!!!” teriak ku dalam hati, sambil air mata ini tak henti menetes dari muaranya. “aku tidak boleh seperti ini terus. Aku haru berubah. Tuhan, bantu aku untuk berubah keaah yang lebih baik. demi aku, orng tua ku, saudara – saudara ku, kawan – kawan ku, sahabat ku, temen – temen ku dan semua orang yang mengenalku  serta kehidupan ku kedepan. Amin...” ucap ku kala itu.
Berjam – jam aku duduk termenung sendirian. Badan ku terasa lemes, lunglai dan tak berdaya. Hingga tak terasa badan ku terjatuh ke atas rerumputan hijau di belakang tubuh ku. Sedikit terasa sakit, walaupun hanya terkena tanah saja. Kemudian aku rebahkan badan menantang matahari yang baru saja memperlihatkan wujudnya. Padahal saat itu waktu sudah menunjukan pukul 10.30 WIB. Kedua tangan ku terlentang ke kanan dan ke kiri, kakiku lurus tak tertekuk. Posisi yang sangat pasrah waktu itu. Untung saja belum ada pendaki yang sampai puncak waktu itu. Dan beberapa pendaki yang lain yang kebetulan ngecamp bareng dengan rombongan ku mereka sudah turun dulu. Situasi saat itu sudah lumayan sepi.
Tiba – tiba eluh ku menetes kembali. Padahal mata ku terasa bengkak karena air mata ku bercucuran sedari tadi. Kembali aku sadar, aku berusaha mencari tahu siapa diri ku sebenarnya? untuk apa aku di dunia ini? Dan banyak hal yang muncul dalam otak ku lagi. Satu demi satu mulai aku berbicara kembali pada diriku “iya, Tuhan pasti sudah mempunyai rencaa yang bagus untuk hidup ku. Walaupun tantangan, rintangan, hambatan dan cobaan datang silih berganti datang. Namun aku harus positif thingking. Tidak boleh negatif thingking. Aku adalah ciptaan Tuhan yang di turunkan didunia ini untuk beribadah pada Tuhan. Menegakkan kalimatillah di dunia ini. Maka dari itu aku harus barusaha menjadi insan yang bertaqwa, insan yang taat dan patuh pada perintah Tuhannya. Aku harus semangat! Ayo riyanti kamu pasti bisa.”
Tak berselang lama, aku dikagetkan dengan suara yayan yang lumayan lirih. Namun tetap terdengar dari sisi kiri ku. “mba’ – mba’, ono opo to? Hi nangis.... pasti lagi merenung ya, wes to mba’ ojo nangis neh. Elek ra. Mana semangatnya yang biasa keluar. Lagi umpetan pa? Wes – uwes yo gabung ma temen – temen dibawah”. Sambil mengusap sedikit air mata, aku berdiri dan berjalan menuju tenda tempat aku dan temen – temen melepas ngantuk.
Waktu menunjukan pukul 11.20 WIB, udara dipuncak masih terasa dingin. Mataharipun tak beranjak keluar dari peraduannya. “Hm.............. sepertinya lebih menyenangkan kalau mataharinya muncul menyapa kita ya?” ujar yongki. Tak lama kemudian mas hari sebagai leader menyuruh kita bergegas untuk pecking semua peralatan dan bawaan masing – masing. Karena kita telah dtunggu mas aziz dan tiga orang lainnya di promasan, tempat meraka mendirikan dum tadi malam. “Untung saja bawaan ku sedikit. Cuma logistik, baju ganti dan senter. Jaket masih stand by di badan ku. Untuk ukuran pendaki baru tak masalah lah Cuma bawa itu. Yang penting senjatanya ada. Maksud senjata disini itu senter dan logistik”. Kata mas hari dulu sebelum naik ke puncak ungaran.
Tepat pukul 11.45 WIB kami bersebelas turun dari puncak. Melewati bebatuan yang licin dan tinggi – tinggi. Bagi ku perjalanan turun sangat menyiksa. Perasaan takut untuk menuruni sebuah batu lebar dengan kondisi yang sedikit lelah mengakibatkan sering jatuh bangun. Sangking tingginya batu yang dilewati, aku sering duduk dan prosotan kebawah. Maklum lah gunung ungaran adalah salah satu gunung yang masih mempunyai hutan dengan curah hujan yang sangat tinggi.
Akhirnya setelah melewati bebatuan yang katanya masuk dipos empat, kita menjumpai jalur hutan bercampur dengan kebun bunga. Kebun bunga, yah itu sebutan yang muncul dari mulut seorang bertubuh kecil dan imut. “rupanya ini to jalur yang kita lalui tadi malam. Pohonnya pada tumbang, menghalangi jalan setapak yang dilewati para pendaki. Tinggi juga ya?” ujar dian sembil melihat sekeliling hutan. Selang beberapa langkah aku melihat sebuah gubung reyot yang terdapat dibawah tebing persis bertuliskan pos tiga. “kita duduk sebentar ya kawan, aku capek. Pengen minum dulu. Kaki ku kayaknya lecet deh”. Ucap yayan. “ok.” Sahut tiga orang lainnya. Inilah sebuah pertemanan yang tak akan pernah tergantikan, senang dan sedih bersama melewati rintangan untuk mencapai sebuah kebahagiaan bersama. Baru ku temukan disini. Sepuluh menit berlalu, kami melanjutkan perjalanan menuju basecamp mawar. Tempat pertama aku dan rombongan translit dari semarang hingga ungaran. “semangat kawan” ucap ku pada temen – temen ku. Semakin kebawah semakin mudah jalan yang kami tempuh. Terlihat didepan sana hamparan kebun teh yang sangat luas. Enth berpa hektar panjangnya. Mungkin satu hektar lebih. Indah dan sangat mengagumkan. Kalau aku ingat – ingat, di daerah ku juga ada perkebunan teh seperti ini. Tapi tempatnya bukan di bawah gunung banget, tidak seluas yang disini dan juga pohon teh nya tidak setinggi – tinggi yang disini. Beda banget lah. Tak lama kemudian, kami sampai di promasan bertemu dengan mas aziz dan beberapa rombongan dari universitas dan penggiat alam bebas lain yang mendirikan tend disitu. Bertemu dengan pendaki – pendaki lain sudah sewajarnya harus menyapa. Itu seperti adat dan ciri khas para pendaki. Tak kenal itu siapa, dari mana, agama apa, suku apa, ya pokoknya disapa. Benar – benar rasa kekeluargaannya sangat terlihat dan kental disini.
Setelah bercanda bercengkrama dengan mas aziz dan kawan – kawan lainnya kami melanjutkan perjalanan. Tepat pukul 14.30, kami bergegas turun karena cuaca dan udara di promasan terasa mulai dingin, kabut pun mulai turun. Takut turun hujan, padahal kami tak semuanya membawa jas hujan. Menelusuri jalan penuh bebatuan kecil yang sering dilewati truk pengangkut daun teh dan kopi yang sudah masak membuat jalan kita semakin mudah saja. Namun, karna faktor kelelahan jadi perjalanan kita agak sedikit lamban. Tak lama kemudian kami menemukan sebuah kolam yang lumayan luas dengan air yang penuh. Sangat menggiurkan hati untuk terjun mandi kebawah. Tapi tetap tidak berani. Karena aku tak bisa renang. Disana kami Cuma mengambil air, karena persedian air kami habis. Cukup istirhat lima menit, kami lanjutkan untuk menelusuri baju kecil dan jalan turunan yang sangat lembab. Dibawah jalan itu nanti kami harus melewati sungai kecil yang membentang memisahkan jalan setapak tersebut. Semangat kiata  memuncak ketikamelihat basecamp didepan mata. “itu bascampnya. Ayo semangat”. Kata mas aziz. Tak lama kmudian akhirnya kami sampai dibasecamp dengan selamat walaupun ada beberapa personil kakinya sedikit luka karena terpelset berulang kali. Pukul 16.00 tepat kami sampai. Istirahat sejenak dan makan. Itu yang kmi lakukan disana. Menjelang pukul 17.00 kami keluar dari basecamp dan elanjutkan perjalana ke umbul sidomukti.kami ditunggu angkutan umum yang sebelumnya sudah kami pesan.
Hah, itulah perjalananku menuju puncak pertama kali. Sebagai permulaan ku untuk menjadi penggiat alam bebas. Ketertarikan ku menjelajah alam indonesia semakin kuat dan terus menerus berlanjut hingga kini.
Ku temukan sesuatu dipuncak gunung yang dibawah sana tidak akan pernah aku temukan. Subhanalloh,,, maha besar Alloh dengan segala ciptaannya.



Dokumentasi gunung ungaran
                                                                                                                                   
































Tidak ada komentar:

Posting Komentar